Selasa, 28 Desember 2010

HAK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN HUKUM

A.LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai warga Negara Indonesia. Keduanya harusberjalan selaras agar terciptanya keadilan. Adil terhadap Negara dinamakan adil legal yaitu menaati peraturan yang berlaku. Adil distributive adalah Negara adil terhadap warganya yaitu setiap warga Negara berhak mendapatkan perlindungan. Landasan dasar hak dan kewajiban terhadap Negara adalah pada sila kelima pancasila yang berbunyi keadilan social abagi seluruh rakyat Indonesia. Hak adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat pula tidak di ambil setelah melaksanakan kewajiban. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus ditunaikan atau dijalankan.
 Dalam kaitannya dengan Negara maka kewajiban kita sebagai warga Negara adalah diantaranya membayar pajak,serta membela dan menjaga keutuhan Negara Indonesia. Sedangkan hak yang didapatkan ada berbagai macam, dalam hal ini disebut dengan 10 hak dasar rakyat.
1.      Hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
2.      Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
3.      Hak unutk memperoleh rasa aman.
4.      Hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, papan)yang terjangkau.
5.      Hak memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan.
6.      Hak memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan.
7.      Hak untuk memperoleh keadilan.
8.      Hak untuk berpartisipasi dalam politik dan perubahan.
9.      Hak untuk berinovasi.
10.  Hak untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Disadari bahwa ke sepuluh hak dasar rakyat tersebut seluruhnya tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. Dalam hal ini point no. 2 tentang hak untuk mendapatkan perlindungan hukum perlu mendapatkan sorotan yang lebih. Ini dirasa karena adanya ketimpangan dalam mendapatkan perlindungan hukum.

B.RUMUSAN MASALAH
Masalah yang sering muncul terkait dengan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum ada bermacam-macam dan berbagai kendala menghambat pemenuhan nya. Setiap pemerintahan dari pemerintahan orde lama sampai pemerintahan masa reformasi seperti saat ini. Dalam hal ini masalah tersebut lebih terfokus dalam:
“Perlindungan hukum warga Negara yang di luar negeri dalam hal ini tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri.”
Seperti yang kita tahu bahwa banyak pemberitaan dan banyak masalah tentang warga Negara kita yang berada di luar negeri bermasalah dan bahkan teraniaya.
C.PEMBAHASAN
Globalisasi menyebabkan batasan antar Negara tidak begitu berarti, yang selanjudnya menyebabkan pergerakan orang dari satu Negara kenegara lainnya menjadi lebih mudah. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, dimana migrasi WNI secara besar ke luar negeri baik untuk tujuan bekerja, rekreasi, ibadah, menempuh pendidikan maupun untuk tujuan lainnya semakin meningkat. Saat ini tercatat lebih dari 3 (tiga) juta orang Indonesia yang berada di luar negeri. Jumlah yang tidak sedikit ini tentu saja berhak atas pelayanan dan perlindungan hukum dari Pemerintah Indonesia.
Departemen Luar Negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri telah diberikan mandat untuk menjadi koordinator hubungan luar negeri. Salah satu mandat yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk memberikan perlindungan kepada setiap WNI yang berada di luar negeri, namun disadari bahwa kompleksitas permasalahan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri sangat beragam sehingga diperlukan usaha secara terus menerus dalam mengupayakan perbaikan pemberian perlindungan kepada WNI dari waktu ke waktu baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kita banyak mengetahui bahwa banyak dari warga Negara kita yang bekerja di luar negeri dengan alasan mendapatkan penghasilan yang mencukupi dari pada bekerja di dalam negeri. Akan tetapi seringkali kita mendengar berita yang kurang sedap terhadap nasib dari para pejuang dan pahlawan devisa Negara indonedia yang berada di luar negeri.
 Banyak dari mereka yang pulang hanya dengan membawa tangan kosong, penyakit, luka bahkan hanya tinggal nama dan berbalut kain kafan dengan ditutup oleh peti mati. Banyaknya kasus seperti ini memperlihatkan pemerintah kurang memperhatikan tentang perlindungan hukum warganya yang berada diluar negeri. Bahkan kasus terakhir yang membuat hubungan Negara Indonesia dengan Negara tetangga yaitu Malaysia sedikit memanas adalah adanya penangkapan terhadap petugas kelautan dan perikanan provinsi riau ditangkap di perairan Indonesia oleh polair diraja Malaysia. Dalam menyelesaikan masalah itu terlihat pemerintah Indonesia sedikit lamban. Jawaban yang keluar dari juru bicara mentri luar negeri Indonesia adalah bahwa belum adanya konfirmasi yang jelas tentang asal mula penangkapan. Jawaban seperti ini menunjukkan kurangnya koordinasi yang baik antara pemerintah Indonesia dengan konsulat Indonesia yang berada di Malaysia.
Seharusnya Departemen Luar Negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri telah diberikan mandat untuk menjadi koordinator hubungan luar negeri. Salah satu mandat yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk memberikan perlindungan kepada setiap WNI yang berada di luar negeri. Akan tetapi kejelasan nasib para warga Negara yang ada di luar negeri seperti menggantung dan hanya manis di awalnya. Kebanyakan kasus tentang perlakuan kekerasan tenaga kerja kita di luar negeri akan dip roses setelah mendapatkan sorotan dari media massa. Namun keberlanjutan kasusnya hanya sebatas berapa lama berita tersebut beredar, selebihnya kita tidak mengetahui bagaimana nasibnya. Seharusnya Negara harus lebih berani dalam mengambil tindakan yang terkait oleh perlindungan warganya. Seperti Negara – Negara lain, contohnya Australia dan cina Negara tersebut berani mengeluarkan travel warning atau larangan berkunjung atau bahkan pemutusan hubungan diplomatic dengan Negara yang menggangu dan membahayakan keselamatan negaranya.
Ini semua perlu dilakuakan oleh Indonesia sebab warga Negara merupakan aset yang sangat berharga bagi Indonesia. Menyakiti atau mengganggu warga Negara, seperti halnya menghina kehormatan dan kedaulatan Negara, ini di karenakan warga Negara merupakan unsure dari suatu Negara. Namun disadari bahwa upaya-upaya penguatan sistem pelayanan dan perlindungan warga bukanlah pekerjaan yang dapat selesai dalam semalam. Diperlukan kerja keras dan komitmen yang terus menerus dari Pemerintah baik dari sistem maupun personil dan yang tidak kalah penting juga adalah masyarakat sebagai subyek perlindungan yang harus membekali diri sebaik-baiknya sebelum bepergian keluar negeri untuk tujuan apapun. Indonesia melalui undang – undangnya telah menjamin perlindungan hukum bagi warga negaranya. Pasal 19 huruf b Undang-Undang No.37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri secara tegas menyatakan bahwa “Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban inter alia memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.”.
 Sebagaimana dinyatakan dalam pasal tersebut di atas, pelaksanaan fungsi konsuler tidak dapat dilepaskan dari  pengaturan hukum internasional dan dalam hal ini tunduk pada ketentuan dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler (Konvensi Wina 1963) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 1 tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention On Diplomatic Relations And Optional Protocol To The Vienna Convention On Diplomatic Relations Concerning Acquisition Of Nationality, 1961) Dan Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Konsuler Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention On Consular Relations And Optional Protocol To The Vienna Convention On Consular Relations Concerning Acquisition Of Nationality, 1963).  Konvensi Wina 1963  sendiri telah menetapkan bahwa fungsi perwakilan konsuler dalam memberikan perlindungan dilakukan dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional (vide Pasal 5 Konvensi Wina 1963). Selain tunduk pada hukum internasional, upaya perlindungan WNI di luar negeri pun harus dilakukan dengan tidak mengabaikan hukum nasional yang berlaku di wilayah tersebut.  Mengingat penegakan yurisdiksi hukum di wilayah teritorial merupakan bagian dari kedaulatan suatu Negara.
Permasalahan hukum yang dihadapi oleh WNI di luar negeri sangat bervariasi, namun sejauh ini dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu : pidana, perdata, ketenagakerjaan, dan imigrasi. WNI yang berada di luar negeri tunduk pada ketentuan pidana, imigrasi, dan ketenagakerjaan (bila dia bekerja di luar negeri) yang berlaku di negara penerima. Sementara WNI yang membuat perjanjian/kontrak dengan pihak asing untuk suatu kegiatan baik di dalam maupun di luar negeri, secara bersama-sama dengan pihak mitranya  dapat memilih hukum yang berlaku dan tempat penyelesaian sengketa yang diinginkan. Dalam hal WNI di luar negeri mengalami permasalahan hukum  dan tidak dapat membela hak dan kepentingannya secara langsung di muka pengadilan atau di hadapan institusi yang berwenang lainnya di luar negeri, karena ketidak hadirannya atau alasan lain, Perwakilan RI dapat mewakili atau mengatur perwakilan yang layak bagi WNI dengan tujuan sebagai langkah awal perlindungan hak dan kepentingan WNI tersebut. Namun demikian perwakilan baik oleh Perwakilan RI atau pihak lain yang ditunjuk oleh Perwakilan RI untuk bertindak untuk dan atas nama WNI harus dilakukan dengan memperhatikan praktek dan prosedur yang berlaku di negara penerima. Namun demikian, perwakilan di muka  pengadilan atau di hadapan institusi lainnya tersebut pun tidak dapat dijadikan alat untuk mengintervensi sistem hukum yang berlaku terhadap WNI di negara penerima, semata-mata untuk tujuan perlindungan WNI dimaksud.
Selain perlindungan kekonsuleran, negara juga dapat memberikan perlindungan diplomatik. Dalam perlindungan diplomatik, pemerintah suatu negara harus secara tegas mengajukan klaim atau protes kepada pemerintah negara lain yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum internasional terhadap warga negaranya. Hal ini berarti yang terlibat dalam sengketa bukan lagi individu/Warga Negara tertentu, melainkan pemerintah masing-masing negara, dan sengketa pun menjadi bersifat internasional. Namun perlindungan diplomatik juga tunduk pada ketentuan dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa perlindungan diplomatik diberikan terbatas pada kasus dimana telah terjadi pelanggaran hukum internasional oleh negara penerima (bukan individu di negara penerima), seluruh upaya-upaya hukum nasional yang dimungkinkan di negara penerima telah ditempuh, dan individu yang menjadi korban adalah pemegang kewarganegaraan negara pemberi perlindungan.
Perlindungan diplomatik memiliki bentuk yang sangat variatif, mulai dari yang bersifat lunak seperti mediasi dan good offices hingga yang bersifat keras seperti penangguhan hubungan diplomatik dan litigasi internasional. Hukum internasional melarang penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan perlindungan diplomatik. Perbedaan mendasar antara perlindungan kekonsuleran dan perlindungan diplomatik terletak pada perlindungan kekonsuleran bersifat preventif sementara perlindungan diplomatik bersifat remedial. Selain itu perlindungan diplomatik juga hanya dilakukan oleh pemimpin negara atau pejabat tinggi yang mewakili negara (Menteri Luar Negeri atau Duta Besar).


D. KESIMPULAN
  1. Setiap warga Negara berhak atas perlindungan hukum.
  2. Negara menjamin perlindungan hukum warganya , melalui undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yang member mandate perlindungan hukum warganya yang berada di luar negeri.
  3. Pemerintah perlu lebih memperhatikan nasib warga nya di luar negeri dengan memberikan perlindungan hukum.
  4. Warga Negara merupakat aset Negara yang berharga yang patut untuk dilindungi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar